Senin, 04 November 2013

Penyimpangan Profesi Akuntansi (Auditor dan Kantor Akuntan) Pada Zaman Orde Baru



Penyimpangan Profesi Akuntansi (Auditor dan Kantor Akuntan) Pada Zaman Orde Baru

1.       Kasus Manipulasi KAP Andersen dan Enron
Sejak tahun 1985 Enron Corporation menggunakan jasa Arthur Andersen. Andersen melakukan audit internal dan audit external untuk Enron termasuk untuk kantor-kantor cabangnya. Enron corporation adalah salah satu klien terbesar Andersen dengan kontribusi omset sebesar $10 milyar per tahunnya.  
Dalam rangka memperbesar keuntungan yang selama ini telah diperoleh, dibukalah partnership-partneship yang diberi nama “special purpose partnership”. Partner dagang yang dimiliki oleh Enron hanya satu untuk setiap partnership dan partner tersebut hanya menyumbang modal yang sangat sedikit (hanya sekitar 3% dari jumlah modal keseluruhan). Orang awam pasti bertanya mengapa Enron berminat untuk berpartisipasi dalam partnership dimana Enron menyumbang 97% dari modal.
Muncul pertanyaan dari mana Enron membiayai partnership-partnership tersebut? Pembiayaan tersebut ternyata diperoleh Enron dengan “meminjamkan” saham Enron (induk perusahaan) kepada Enron (anak perusahaan) sebagai modal dasar partnership-partnership tersebut. Secara singkat, Enron sesungguhnya mengadakan transaksi dengan dirinya sendiri. Enron tidak pernah mengungkapkan operasi dari partnership-partnership tersebut dalam laporan keuangan yang ditujukan kepada pemegang saham dan Security Exchange Commission (SEC).
Lebih jauh lagi, Enron bahkan memindahkan utang-utang sebesar $US 690 juta yang ditimbulkan induk perusahaan ke partnership partnership tersebut. Total hutang yang berhasil disembunyikan adalah $US 1,2 miliar. Akibatnya, laporan keuangan dari induk perusahaan terlihat sangat atraktif, menyebabkan harga saham Enron melonjak menjadi $US90 pada bulan Februari 2001. Perhitungan menunjukkan bahwa dalam kurun waktu tersebut, Enron telah melebih-lebihkan laba mereka sebanyak $US650miliar.
Manipulasi yang dilakukan Enron selama bertahun-tahun ini mulai terungkap ketika Sherron Watskin, salah satu eksekutif Enron mulai melaporkan praktek tidak terpuji ini. Pada bulan September 2001, pemerintah mulai mencium adanya ketidakberesan dalam laporan pembukuan Enron. Pada bulan Oktober 2001, Enron mengumumkan kerugian sebesar $US618 miliar dan nilai aset Enron menyusut sebesar $US1,2 triliun dolar AS. Pada laporan keuangan yang sama diakui, bahwa selama tujuh tahun terakhir, Enron selalu melebih-lebihkan laba bersih mereka. Akibat laporan mengejutkan ini, nilai saham Enron mulai anjlok dan saat Enron mengumumkan bahwa perusahaan harus gulung tingkar, 2 Desember 2001, harga saham Enron hanya 26 sen. 
Komentar:
Dalam kasus ini terjadi penyimpangan atau pelanggalaran yang dilakukan pihak perusahaan (enron) dan pihak auditor. Besarnya jumlah consulting fees yang diterima Arthur Andersen menyebabkan KAP tersebut bersedia kompromi terhadap temuan auditnya dengan pihak Enron. Keduanya telah bekerja sama dalam memanipulasi laporan keuangan sehingga merugikan berbagai pihak baik pihak eksternal seperti para pemegang saham dan pihak internal yang berasal dari dalam perusahaan enron. Kecurangan yang dilakukan oleh Arthur Andersen telah banyak melanggar prinsip etika profesi akuntan diantaranya yaitu melanggar prinsip integritas dan perilaku profesional. KAP Arthur Andersen tidak dapat memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik sebagai KAP yang masuk kategori The Big Five dan tidak berperilaku profesional serta konsisten dengan reputasi profesi dalam mengaudit laporan keuangan dengan melakukan penyamaran data. Kasus ini memberi gambaran bagaimana sebuah pelanggaran etika dalam bisnis dan profesi seseorang dapat berakibat besar bagi kelangsungan hidup perusahan serta berbagai pihak yang terkait
2.      Kasus Sembilan KAP yang diduga melakukan kolusi dengan kliennya
Jakarta, 19 April 2001 .Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta pihak kepolisian mengusut sembilan Kantor Akuntan Publik, yang berdasarkan laporan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), diduga telah melakukan kolusi dengan pihak bank yang pernah diauditnya antara tahun 1995-1997. Koordinator ICW Teten Masduki kepada wartawan di Jakarta, Kamis, mengungkapkan, berdasarkan temuan BPKP, sembilan dari sepuluh KAP yang melakukan audit terhadap sekitar 36 bank bermasalah ternyata tidak melakukan pemeriksaan sesuai dengan standar audit.          
Hasil audit tersebut ternyata tidak sesuai dengan kenyataannya sehingga akibatnya mayoritas bank-bank yang diaudit tersebut termasuk di antara bank-bank yang dibekukan kegiatan usahanya oleh pemerintah sekitar tahun 1999. Kesembilan KAP tersebut adalah AI & R, HT & M, H & R, JM & R, PU & R, RY, S & S, SD & R, dan RBT & R. “Dengan kata lain, kesembilan KAP itu telah menyalahi etika profesi. Kemungkinan ada kolusi antara kantor akuntan publik dengan bank yang diperiksa untuk memoles laporannya sehingga memberikan laporan palsu, ini jelas suatu kejahatan,” ujarnya. Karena itu, ICW dalam waktu dekat akan memberikan laporan kepada pihak kepolisian untuk melakukan pengusutan mengenai adanya tindak kriminal yang dilakukan kantor akuntan publik dengan pihak perbankan.                    
ICW menduga, hasil laporan KAP itu bukan sekadar “human error” atau kesalahan dalam penulisan laporan keuangan yang tidak disengaja, tetapi kemungkinan ada berbagai penyimpangan dan pelanggaran yang dicoba ditutupi dengan melakukan rekayasa akuntansi. Teten juga menyayangkan Dirjen Lembaga Keuangan tidak melakukan tindakan administratif meskipun pihak BPKP telah menyampaikan laporannya, karena itu kemudian ICW mengambil inisiatif untuk mengekspos laporan BPKP ini karena kesalahan sembilan KAP itu tidak ringan. “Kami mencurigai, kesembilan KAP itu telah melanggar standar audit sehingga menghasilkan laporan yang menyesatkan masyarakat, misalnya mereka memberi laporan bank tersebut sehat ternyata dalam waktu singkat bangkrut. Ini merugikan masyarakat. Kita mengharapkan ada tindakan administratif dari Departemen Keuangan misalnya mencabut izin kantor akuntan publik itu,” tegasnya. Menurut Tetan, ICW juga sudah melaporkan tindakan dari kesembilan KAP tersebut kepada Majelis Kehormatan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dan sekaligus meminta supaya dilakukan tindakan etis terhadap anggotanya yang melanggar kode etik profesi akuntan.
Komentar:
Pada kasus tersebut prinsip etika profesi yang dilanggar adalah tanggung jawab profesi, dimana seharusnya melakukan pertanggung jawaban sebagai profesional yang senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam setiap kegiatan yang dilakukannya. Prinsip ini mengandung makna bahwa akuntan sebagai pemberi jasa profesional memiliki tanggung jawab kepada semua pemakai jasa mereka termasuk masyarakat dan juga pemegang saham. Dengan menerbitkan laporan palsu, maka akuntan telah menyalahi kepercayaan yang diberikan masyarakat kepada mereka selaku orang yang dianggap dapat dipercaya dalam penyajian laporan keuangan.
Selain itu seharusnya tidak melanggar prinsip etika profesi yang kedua,yaitu kepentingan publik, dan objektivitas. Para akuntan dianggap telah menyesatkan publik dengan penyajian laporan keuangan yang direkayasa dan mereka dianggap tidak objektif dalam menjalankan tugas. Dalam hal ini, mereka telah bertindak berat sebelah yaitu mengutamakan kepentingan klien dan mereka tidak dapat memberikan penilaian yang adil, tidak memihak, serta bebas dari benturan kepentingan pihak lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar