Penyimpangan Profesi Akuntansi (Auditor dan
Kantor Akuntan) Pada Zaman Orde Baru
1.
Kasus Manipulasi KAP Andersen dan
Enron
Sejak tahun 1985 Enron Corporation menggunakan jasa
Arthur Andersen. Andersen melakukan audit internal dan audit external untuk
Enron termasuk untuk kantor-kantor cabangnya. Enron corporation adalah salah
satu klien terbesar Andersen dengan kontribusi omset sebesar $10 milyar per
tahunnya.
Dalam rangka memperbesar keuntungan yang selama ini telah
diperoleh, dibukalah partnership-partneship yang diberi nama “special purpose
partnership”. Partner dagang yang dimiliki oleh Enron hanya satu untuk setiap
partnership dan partner tersebut hanya menyumbang modal yang sangat sedikit
(hanya sekitar 3% dari jumlah modal keseluruhan). Orang awam pasti bertanya
mengapa Enron berminat untuk berpartisipasi dalam partnership dimana Enron
menyumbang 97% dari modal.
Muncul pertanyaan dari mana Enron membiayai
partnership-partnership tersebut? Pembiayaan tersebut ternyata diperoleh Enron
dengan “meminjamkan” saham Enron (induk perusahaan) kepada Enron (anak
perusahaan) sebagai modal dasar partnership-partnership tersebut. Secara
singkat, Enron sesungguhnya mengadakan transaksi dengan dirinya sendiri. Enron
tidak pernah mengungkapkan operasi dari partnership-partnership tersebut dalam
laporan keuangan yang ditujukan kepada pemegang saham dan Security Exchange
Commission (SEC).
Lebih jauh lagi, Enron bahkan memindahkan utang-utang
sebesar $US 690 juta yang ditimbulkan induk perusahaan ke partnership
partnership tersebut. Total hutang yang berhasil disembunyikan adalah $US 1,2
miliar. Akibatnya, laporan keuangan dari induk perusahaan terlihat sangat
atraktif, menyebabkan harga saham Enron melonjak menjadi $US90 pada bulan
Februari 2001. Perhitungan menunjukkan bahwa dalam kurun waktu tersebut, Enron
telah melebih-lebihkan laba mereka sebanyak $US650miliar.
Manipulasi yang dilakukan Enron selama bertahun-tahun ini
mulai terungkap ketika Sherron Watskin, salah satu eksekutif Enron mulai
melaporkan praktek tidak terpuji ini. Pada bulan September 2001, pemerintah
mulai mencium adanya ketidakberesan dalam laporan pembukuan Enron. Pada bulan
Oktober 2001, Enron mengumumkan kerugian sebesar $US618 miliar dan nilai aset
Enron menyusut sebesar $US1,2 triliun dolar AS. Pada laporan keuangan yang sama
diakui, bahwa selama tujuh tahun terakhir, Enron selalu melebih-lebihkan laba bersih
mereka. Akibat laporan mengejutkan ini, nilai saham Enron mulai anjlok dan saat
Enron mengumumkan bahwa perusahaan harus gulung tingkar, 2 Desember 2001, harga
saham Enron hanya 26 sen.
Komentar:
Dalam kasus ini terjadi penyimpangan atau pelanggalaran
yang dilakukan pihak perusahaan (enron) dan pihak auditor. Besarnya jumlah
consulting fees yang diterima Arthur Andersen menyebabkan KAP tersebut bersedia
kompromi terhadap temuan auditnya dengan pihak Enron. Keduanya telah bekerja
sama dalam memanipulasi laporan keuangan sehingga merugikan berbagai pihak baik
pihak eksternal seperti para pemegang saham dan pihak internal yang berasal
dari dalam perusahaan enron. Kecurangan yang dilakukan oleh Arthur Andersen
telah banyak melanggar prinsip etika profesi akuntan diantaranya yaitu
melanggar prinsip integritas dan perilaku profesional. KAP Arthur Andersen
tidak dapat memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik sebagai KAP yang
masuk kategori The Big Five dan tidak berperilaku profesional serta konsisten
dengan reputasi profesi dalam mengaudit laporan keuangan dengan melakukan
penyamaran data. Kasus ini memberi gambaran bagaimana sebuah pelanggaran etika
dalam bisnis dan profesi seseorang dapat berakibat besar bagi kelangsungan
hidup perusahan serta berbagai pihak yang terkait
2.
Kasus Sembilan KAP yang diduga melakukan kolusi dengan kliennya
Jakarta, 19 April 2001 .Indonesia Corruption Watch (ICW)
meminta pihak kepolisian mengusut sembilan Kantor Akuntan Publik, yang
berdasarkan laporan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), diduga
telah melakukan kolusi dengan pihak bank yang pernah diauditnya antara tahun
1995-1997. Koordinator ICW Teten Masduki kepada wartawan di Jakarta, Kamis,
mengungkapkan, berdasarkan temuan BPKP, sembilan dari sepuluh KAP yang
melakukan audit terhadap sekitar 36 bank bermasalah ternyata tidak melakukan
pemeriksaan sesuai dengan standar
audit.
Hasil audit tersebut ternyata tidak sesuai dengan
kenyataannya sehingga akibatnya mayoritas bank-bank yang diaudit tersebut
termasuk di antara bank-bank yang dibekukan kegiatan usahanya oleh pemerintah
sekitar tahun 1999. Kesembilan KAP tersebut adalah AI & R, HT & M, H
& R, JM & R, PU & R, RY, S & S, SD & R, dan RBT & R.
“Dengan kata lain, kesembilan KAP itu telah menyalahi etika profesi. Kemungkinan
ada kolusi antara kantor akuntan publik dengan bank yang diperiksa untuk
memoles laporannya sehingga memberikan laporan palsu, ini jelas suatu
kejahatan,” ujarnya. Karena itu, ICW dalam waktu dekat akan memberikan laporan
kepada pihak kepolisian untuk melakukan pengusutan mengenai adanya tindak
kriminal yang dilakukan kantor akuntan publik dengan pihak
perbankan.
ICW menduga, hasil laporan KAP itu bukan sekadar “human
error” atau kesalahan dalam penulisan laporan keuangan yang tidak disengaja,
tetapi kemungkinan ada berbagai penyimpangan dan pelanggaran yang dicoba
ditutupi dengan melakukan rekayasa akuntansi. Teten juga menyayangkan Dirjen
Lembaga Keuangan tidak melakukan tindakan administratif meskipun pihak BPKP
telah menyampaikan laporannya, karena itu kemudian ICW mengambil inisiatif
untuk mengekspos laporan BPKP ini karena kesalahan sembilan KAP itu tidak
ringan. “Kami mencurigai, kesembilan KAP itu telah melanggar standar audit
sehingga menghasilkan laporan yang menyesatkan masyarakat, misalnya mereka memberi
laporan bank tersebut sehat ternyata dalam waktu singkat bangkrut. Ini
merugikan masyarakat. Kita mengharapkan ada tindakan administratif dari
Departemen Keuangan misalnya mencabut izin kantor akuntan publik itu,”
tegasnya. Menurut Tetan, ICW juga sudah melaporkan tindakan dari kesembilan KAP
tersebut kepada Majelis Kehormatan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dan sekaligus
meminta supaya dilakukan tindakan etis terhadap anggotanya yang melanggar kode
etik profesi akuntan.
Komentar:
Pada kasus tersebut prinsip etika profesi yang dilanggar
adalah tanggung jawab profesi, dimana seharusnya melakukan pertanggung jawaban
sebagai profesional yang senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan
profesional dalam setiap kegiatan yang dilakukannya. Prinsip ini mengandung
makna bahwa akuntan sebagai pemberi jasa profesional memiliki tanggung jawab
kepada semua pemakai jasa mereka termasuk masyarakat dan juga pemegang saham.
Dengan menerbitkan laporan palsu, maka akuntan telah menyalahi kepercayaan yang
diberikan masyarakat kepada mereka selaku orang yang dianggap dapat dipercaya
dalam penyajian laporan keuangan.
Selain itu seharusnya tidak melanggar prinsip etika
profesi yang kedua,yaitu kepentingan publik, dan objektivitas. Para akuntan
dianggap telah menyesatkan publik dengan penyajian laporan keuangan yang
direkayasa dan mereka dianggap tidak objektif dalam menjalankan tugas. Dalam
hal ini, mereka telah bertindak berat sebelah yaitu mengutamakan kepentingan
klien dan mereka tidak dapat memberikan penilaian yang adil, tidak memihak,
serta bebas dari benturan kepentingan pihak lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar